PENDAHULUAN
Herpes simpleks (HS) merupakan penyakit menular sexual yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (VHS). Secara klinis terdapat dua bentuk yaitu infeksi di orofasial dan genital. Infeksi di orofasial 85% disebabkan VHS-1 dan 15% sisanya disebabkan VHS-2. infeksi di genital 60-70% dihubungkan dengan infeksi VHS-2 sisanya VHS-1. Perubahan ini mungkin disebabkan perilaku seksual dengan cara oro-genital.1,2,3 Prevalensi antibody HSV meningkat seiring dengan pertambahan usia dan berkaitan dengan status sosio-ekonomi. Antibodi terhadap HSV-2 tidak ditemukan pada pemeriksaan rutin sampai usia pubertas, dan berhubungan dengan aktivitas sexual. Penelitian menunjukkan bahwa antibodi yang sudah ada sebelumnya akan meningkatkan frekwensi infeksi HSV-2 subklinis.(1,4)
Penyebab herpes genital yang paling sering adalah HSV-2, walaupun peningkatan jumlah episode primer pada daerah genital diikuti juga oleh HSV-1. Prevalensi herpes genital oleh karena HSV-1 bervariasi tergantung dan geographis, terhitung hampir setengah dari kasus baru terjadi di beberapa negara Eropa. (2,5,6,7) Infeksi primer HSV-1 pada genital paling sering terjadi pada wanita dan sering bergejala hal ini menimbulkan spekulasi bahwa perbaikan pada status sosial ekonomi, menghambat paparan HSV-1 dan variasi dalam melakukan hubungan seksual, memperjelas peningkatan kontribusi HSV-1 untuk terjadinya infeksi genital pada geographis tertentu. Dengan kata lain, infeksi HSV-1 pada saat remaja akan mencegah infeksi genital oleh HSV-1 pada paparan berikutnya, hal ini memberikan kemungkinan timbulnya gejala subk1inis. (2,4,8,9)
Dilihat dari perbedaan ras ternyata penderita kulit hitam lebih banyak dari kulit putih akibat perbedaan pendidikan dan status ekonomi. Di Amerika pada kurun waktu antara tahun 1988-1994 ada kenaikan sebesar 30% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari data yang dikumpulkan oleh WHO dapat ditarik kesimpulan bahwa antibodi terhadap HSV rata-rata baru terbentuk setelah adanya aktivitas sexual pada seseorang. Dimana pada kelompok remaja didapatkan kurang 30%, pada kelompok diatas umur 40 tahun naik sampai 60%, pada pekerja seks wanita ternyata antibodi HSV sepuluh kali lipat daripada orang normal(10)
Infeksi herpes genital dimulai dengan replikasi virus ditempat inokulasi. menghasilkan lesi primer. Virus menyebar secara cepat dan menginfeksi ujung terminal saraf sensoris, diangkut secara retrograde axonal neuron ganglion sensoris regional, menyebabkan infeksi laten. Pada infeksi laten, ekspresi DNA dan gen virus sangat terbatas, dari keseluruhan gen virus biasanya hanya satu yang mengalami transkripsi. Pada episode reaktivitasi, terjadi replikasi diikuti anterograde axonal transport sehingga virus kembali ke perifer atau didekat lokasi infeksi primer.(2,4,10,11,12,13). Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadi infeksi rekurens. Interval waktu terjadinya rekurensi bervariasi pada setiap individu.(1,2)
Berbagai obat antivirus seperti asiklovir, valasiklovir, famsiklovir, foskarnet dan sidofovir telah tersedia di pasaran, mekanisme anti virus didapat melalui inhibitor kompetitif dengan DNA polymerase virus.(14,15,16)
KASUS HERPES GENITAL
Seorang wanita, usia 42 tahun, suku makassar, pekerjaan IRT. datang ke RSWS tgl 29-12-08 dengan keluhan sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit , badan terasa lemah, awalnya pasien mengeluh gatal pada daerah kemaluan bagian luar, keluhan gatal semakin bertambah dan oleh pasien diberi bedak herosin dan dicuci dengan air panas dan digaruk sampai lecet/luka, setelah hari ke-2 timbul bintik-bintik kecil berisi cairan jernih, terasa sangat nyeri, nyeri seperti terbakar, sehingga pasien sakit pada waktu BAK. Riwayat keputihan (-), demam (-), riwayat melakukan hubungan sexual secara oro-genital dengan suami ( 1 tahun yang lalu, suami pernah mengeluh ada bintik-bintik kecil berisi cairan jernih muncul di daerah sekitar mulut selama 1 minggu, nyeri seperti terbakar di obati ke puskesmas dan sembuh), pasien mempunyai riwayat penyakit gula, riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat berhubungan sexual dengan suami 1 bulan yang lalu.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, keadaan gizi baik dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Terdapat lesi di regio labium major dextra dan sinistra, lesi berupa edema, eritem erosi, ulkus , fluor albus (berwarna putih, konsistensi kental, tidak berbau) pada (gambar 1)
Tanggal 30-12-08 Hasil pemeriksaan laboratorim darah rutin memperlihatkan dalam batas normal. Pemeriksaan gula darah sewaktu 209 mg/dl, gula darah puasa 283 mg/dl, gula darah 2 jam PP 322 mg/dl.
Pemeriksaan laboratorium untuk fluor albus: Whiff tes (-), NaCl (-), KOH (-), gram (-), PH vagina 4, pemeriksaan dalam dengan inspekulo tidak dilakukan karena pasien menolak dengan alasan kesakitan.
Tanggal 4-1-09 pemeriksaan tes serologi VDRL dan TPHA non reaktif dan hasil anti-HSV 1 IgG (+) rasio (3,34), anti-HSV 1 IgM (-), anti- HSV 2 IgG (-), anti-HSV 2 IgM (-)
Pasien dikonsulkan ke bagian interna dan Acc kerja sama pasien didiagnosa dengan diabetes mellitus tipe II dan diterapi dengan diet DM 1500 kkal/hari, actrapid 3x8 iu (SC).
Diagnosis banding ulkus genital: herpes genital, ulkus molle, sindrom behcet. Diagnosis kerjanya herpes genital dan diabetes mellitus tipe II
Terapi yang diberikan asiklovir 200mg 5xsehari, asam mefenamat 500mg 3xsehari, interhistin 2xsehari, ciprofloxacin 500mg 2xsehari. Terapi topikal diberikan permanganas kalikus (PK) 1:10.000 untuk cebok setiap selesai buang air kecil.
Follow-up tanggal 30-12-08 pasien mengeluh takut BAK karena nyeri dan gatal. Pemeriksaan lesi pada regio labium major dextra dan sinistra, lesi berupa edema, eritem,vesikel, erosi, ulkus, fluor albus (berwarna putih, konsistensi kental, tidak berbau), Terapi lanjut.
Follow-up tanggal 1-1-09 sampai tanggal 4-1-2009 keluhan nyeri dan gatal berkurang, pasien sedang menstruasi. Pemeriksaan lesi regio labium major dextra dan sinistra, lesi berupa edema (-), vesikel (-), darah haid (+).Terapi lanjut
Follow-up tanggal 5-1-09 keluhan gatal, pemeriksaan lesi pada regio labium major dextra dan sinistra, lesi berupa edema (-), vesikel(-),fluor albus (-).Terapi interhistin tablet 2x sehari pada (gambar 2).
Follow-up tanggal 6-1-09 keluhan (-) pemeriksaan lesi edema (-), vesikel (-), fluor albus (-), terapi (-) pada (gambar 3a dan 3b)
Pasien boleh pulang tanggal 6-1-09 dan disuruh kontrol ke poli kul-kel, tetapi pasien tidak datang untuk kontrol.
Gambar 1 tgl 29-12-08
Gambar 2 tgl 5-1-09
Gambar 3a tgl 6-1-09 Gambar 3b
DISKUSI
Dinamika infeksi HSV terjadi sedemikian rupa sehingga jumlah total individu terinfeksi akan meningkat. Dengan meningkatnya prevalensi infeksi HSV, maka probabilitas untuk terjadi kontak dengan pasangan yang terinfeksi pun akan meningkat(1,,4) Pasien adalah seorang perempuan, suku makassar, umur 42 tahun, keluhan utama luka pada kemaluan disertai nyeri saat kencing, berdasarkan kepustakaan Perempuan berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan herpes genital dari pasangan pria dibanding pria yang mendapatkannya dari pasangan perempuannya(6,7). Diagnosis Herpes genital ditegakkan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
lnfeksi herpes genital masuk melalui mukosa atau kulit yang luka atau erosi. lnfeksi virus ini dimulai bila sel epitel mukosa genital dan host yang rentan terpajan oleh virus yang terdapat pada lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi melalui hubungan seksual langsung(2,8,9). Lesi herpes genital biasanya didahului rasa terbakar dan gatal pada daerah yang terkena beberapa jam (sampai 24 jam) sebelum timbulnya lesi, dan setelah lesi timbul dapat disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri pada otot.(10,11,12,13).Vesikel dengan berbagai ukuran biasanya muncul beberapa hari setelah kontak seksual, disertai dengan disuri, keluarnya cairan vagina maupun urethra, cairan serviks biasanya mukoid namun kadang didapatkan cairan yang mukopurulen dan limfadenopati inguinal.(14). pada wanita lesi biasanya terdapat divulva, perineum, bokong, introitus dan meatus uretra, sedangkan pada laki-laki biasanya pada batang atau glans penis. Pada infeksi awal biasanya disertai gejala yang lebih berat dan berlangsung lebih lama. Lesi HSV primer biasanya menyembuh dalam 2-6 minggu.(2,15,16)
Sesuai kepustakaan bahwa herpes genital merupakan manifestasi klinis mayor dari infeksi HSV-2, namun 10-40% kasus dapat terjadi akibat HSV-1 terutama pada penderita dengan riwayat kontak genital-oral(4).
Pada pasien yang terdapat di klinik STI Alberta tahun 1994 dan 1995, seroprevalensi HSV-1 dan dan HSV-2 dalam serum masing-masing adalah 56% dan 19%. Kejadian dan prevalensi infeksi genital HSV-1 terus meningkat secara global, dengan variasi signifikan antar negara(7).
Di Norwegia, sebuah penelitian terbaru menemukan 90% infeksi awal genital disebabkan oleh HSV-1.Di NovaScotia, 58,1% dari 1.790 isolat HSV dari kultur-kultur lesi genital pada wanita adalah HSV-2 pada pria,36,7% dari 468 isolat adalah HSV-1(7).
Sebagian besar survei, kira-kira 50% orang yang datang dengan episode pertama herpes simtomatik, ternyata baru pertama kali terinfeksi HSV-1 atau HSV-2. sebagian besar orang dengan episode pertama non-primer herpes genitalis terbukti melalui pemeriksaan serologik telah mendapat infeksi HSV-1; jarang didapatkan pada seorang yang pernah terinfeksi HSV-2 sebelumnya kemudian akan terinfeksi HSV-1. kira-kira 25% orang dengan episode pertama herpes genitalis simtomatik secara klinis telah menunjukkan hasil serologik HSV-2 positif, menandakan bahwa mereka telah terifeksi HSV-2 dimasa lampau namun asimtomatik(4,5).
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan tes Tzank pada vesikel karena pasien menolak dengan alasan kesakitan. Dari kepustakaan dikatakan bahwa pemeriksaan tes Tzank mempunyai sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan umumnya rendah dan hasil pemeriksaan tes Tzank informatif tetapi tidak definitif karena tidak spesifik HSV(14,15,28). Pemeriksaan yang paling baik adalah dengan melakukan kultur jaringan, karena paling sensitif dan spesifik. Bila titer virus dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat dilihat dalam jangka waktu 24-48 jam(13,17).
Pada infeksi HSV primer, antibodi-antibodi IgM biasanya bisa dideteksi satu pekan setelah onset gejala dan turun ke level yang tidak dapat dideteksi setelah dua bulan. Pendeteksian IgG anti-HSV biasanya dilakukan dua pekan setelah onset infeksi dan antibodi-antibodi IgG tetap ada dalam berbagai kadar selama masa hidup(18)
Diagnosis banding herpes genital pada pasien ini disingkirkan berdasarkan gambaran klinis, Pada ulkus molle keluhan berupa nyeri pada saat buang air kecil, perdarahan perektal, ulkus sangat nyeri, tidak ada gejala prodromal sebelum timbul ulkus. Sifat ulkus khas adanya papul lunak, ulkus multipel, tidak ditemukan adanya vesikelpada tiap tingkat perjalanan penyakit, pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus ditutupi jaringan nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan diatas jaringan granulasi yang mudah berdarah(19,20)
Sindrom behcet adalah suatu penyakit inflamasi kronik dan rekuren, dengan gejala berupa oral aphthae, ulkus genital dan uveitis pada mata. Penyebab sebelumnya terserang tonsilitis atau infeksi gigi, dan ditemukan fokus-fokus infeksi kronik yang mengandung bakteri streptokokus. Penulis lain berpendapat bahwa yang berperan pada penyakit ini kemungkinan faktor genetik. Gambaran klinis lain merupakan kriteria minor adalah artritis, tromboflebitis, kelainan neurologi(21,22).
Pada kasus ini pasien diterapi dengan obat anti virus yaitu acyclovir 200mg 5x sehari diminum selama 7 hari dan memberikan hasil yang cukup baik sampai pasien pulang ke rumah.
Sejumlah kepustakaan mengatakan bahwa Rejimen antivirus yang direkomendasikan untuk episode klinis pertama adalah acyclovir 400mg peroral 3x sehari selama 7-10 hari atau 200mg peroral 5xsehari selama 7-10 hari, atau famciclovir 250mg peroral 3xsehari selama 7- 10 hari, atau dapat juga diberikan valacyclovir 1gr peroral 2xsehari selama 7-10 hari. Pengobatan dapat diperpanjang jika penyembuhan belum sempurna setelah 10 hari pengobatan atau sampai les menyembuh. Acyclovir merupakan obat antivirus yang spesifik terhadap virus herpes, dimana di dalam sel hospes difosforilasikan oleh enzim kinase virus menghasiikan acyclovir trifosfat yang menghambat sintesis DNA virus. (2,23,24)
Beberapa penelitian dengan kontrol random menunjukkan bahwa untuk episode pertama infeksi HSV genital, maka aciclovir, famcyclovir dan valacyclovir mempercepat kesembuhan dan resolusi symptom serta menurunkan pertumbuhan virus. Ketika dibandingkan dengan placebo, maka aciclovir menurunkan masa kesembuhan dari 16 menjadi 12 hari, durasi rasa sakit dari 7 hari menjadi 5 hari, serta durasi symptom konstitusional dari 6 menjadi 3 hari. Valacyclovir telah dibandingkan dengan aciclovir pada penanganan episode primer dan menunjukkan suatu ekuivalensi(14).
Pada studi yang dilakukan Kinghorn et aI* pada tahun 1986, telah membuktikan bahwa acyclovir 200 mg lima kali sehari per oral ditambah kotrimoxasol (160 mg trimetoprim dan 800 mg sulfametoksasol) dua kali sehari selama 7 hari memperpendek waktu penyembuhan lest secara bermakna dibandingkan dengan pengobatan acyclovir saja. (13)
Pada kasus ini diberikan pengobatan non spesifik berupa perawatan luka dengan PK 1:10.000, analgetik (asam mefenamat) serta antibiotik ciprofloxacin, antihistamin interhistin, semua ini merupakan tindakan untuk meringankan gejala, seperti menggunakan kompres dingin, merendam dengan salin atau permanganas kalikus (PK) pada daerah terkena yang berguna untuk menyejukkan. Menjaga lesi tetap bersih dan kering akan membantu mengurangi resiko terjadinya superinfeksi.(27) .
Pasien diberikan edukasi bahwa penyakit ini dalam keadaan tertentu akan mengalami rekurensi karena virus teap ada dalam tubuh, dianjurkan perlu pemakaian kondom pada waktu melakukan kontak sexual dengan pasangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Marques AR. Straus SE. Herpes Simplex. In Irwin M. Freedberg M. Arthur Z. Eisen M, Klaus Wolff M. FRCP. K. Frank Austen M. Lowell A. Goldsmith M. Stephen I. Katz M. PhD. editors. Fitzpatricks Dermatology in general medicine 6ed. New York: McGraw-Hill: 2003. p. 2059-70.
2. Corey L. Wald A. Genital Herpes. In: Holmes KK. Mardh P-A. Sparling PF. Lemon Sm. Stamm WE, Piot P. et aL editors. Sexually transmitted dissease 3 ed. New York: McGraw-Hill Health Professions Division: 1999.
3. Saenong RH. Djawad k. Amiri S. Herpes Genitalis. In: Amiruddin MD. editor. Penyakit Menular Seksual. 1st ed. Makassar PT LKiS Pelangi aksara: 2004. p.179-98
4. Makes WIB. Herpes genitalis pada pasien imunokompeten. In: Daili SF. Makes WIB. editors Infeksi Virus Herpes. U ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2002. p. 74-88.
5. Kimberlin DW. Rouse DJ. Genital Herpes. [Online] 2004 May 6 [cited 2008 Feb 251: Available from: http :/www.nejm.org.
6. Syphilis. Herpes Simplex Virus, and Other Infections Causing Genital Ulceration, in: Clutterbuck D. editor. Specialist Training in Sexually Transmitted Infections and HIV. 1 ed. Edinburgh: Elsevier Mosby: 2004 p. 139-48.
7. Schmid PS. Genital herpes simplex virus (HSV) infections {on line} 2008 jan 01
{cited 2009 feb 20}; available from: http :/www.google.com.
8. Workowski KA. Berman SM. Genital 1-ISV Infections. In: Lindergren ML. Shaw RE. Hewitt SM. Rutledge TF. McGee PA. Holland BJ. editors. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidlines.2006. Atlanta: CDC Morbidity and MortaliP Weekl Report: 2006. p. 16-20.
9. Looker JK, Garnett PG. An estimate of the global prevalence and incideceof herpes simplex virus tipe 2 infection Buletin of the world health oganisation [online] 2008 may 30 [cited 2009 feb .20] ; available from: http :/www.google.com.
10. Murtiastutik.D.Herpes Simpleks Gemitalis in : infeksi menular seksual Editors Barakbah.J,lumintang.H, Martodiharjo,s. 1st ed, Surabaya, airlangga University press,2008.P.149-57.
11. Cowan F. Genital ulcer disease. In: Adler M. Cowan F. French P. Mitchell H. Richens J. editors. ABC of sexually transmitted infections. 5 ed London: BMJ book: 2004. p. 45-8.
12. Stalkup JR. Yeung-Yue K. Brentjens M. tyring SK. Human Herpesviruses. In: Bolognia JL. Jorizzo JL. Rapini RP. editors. Dermatology 1st ed. Edinburgh: Mosb: 2003. p. 1235-40.
13. Daili sf, Judanarso .J. Herpes Gemitalis, in; Daili sf, Makes WI, editors, infeksi menular seksual. 3rd ed. Jakarta, Balai penerbit FKUI, 2007.P.125-136.
14. Fatahzadeh M. Schwartz RA. Human herpes simplex virus infections: Epiderniolog. pathogenesis. symptomatolog. diagnosis. and management. J Am Acad Dermatol 2007 November:5 7(5) :737-63.
15. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fizpatrick’s color atlas and synopsis ofclinical dermatology. 5 ed. New York: McGraw-Hill; 2005.
16. James WM. Straus SE. Viral diseases. In Irwin M.editors. Andrews Disease of The skin Clinical Dermatology. 10 ed. Canada:Elsevier;2006
17. Ibrahim F. Perneriksaan laboratorium infeksi virus herpes. In: Daili SF, Makes WI, editors. lnfeksi virus herpes. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. p. 34-61.
18. Haskins.C. HSV ½ Antibody testing. New York; Laboratory Alliance; 2008.
19. Lautenschlager.S. Chancroid in:Irwin.M,Freedberg.M,Arthur.Z,Eisen.M, Klaus Wolff M. FRCP. K. Frank Austen M. Lowell A. Goldsmith M. Stephen I. Katz M. PhD. editors. Fitzpatricks Dermatology in general medicine 6 ed. New York: McGraw-Hill: 2003. p. 1983-86
20. Murtiastutik.D. Ulkus Molle in : infeksi menular seksual Editors Barakbah.J,lumintang.H, Martodiharjo,s. 1ed, Surabaya, airlangga University press,2008.P.127-35
21. Bramono K, kosal.A. Syndrom behcets , Cermin dunia berkala kedokteran no. 87: Jakarta. 2001.
22. Zouboulis CC. adamantiades-behcet disease In Irwin M. Freedberg M. Arthur Z. Eisen M, Klaus Wolff M. FRCP. K. Frank Austen M. Lowell A. Goldsmith M. Stephen I. Katz M. PhD. editors. Fitzpatricks Dermatology in general medicine 6th ed. New York: McGraw-Hill: 2003. p. 1620-26
23. Mochtar A. Farmakologi obat anti virus. In: Daili SF, Makes WI, editors. Infeksi virus herpes. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. p. 283-96.
24. Evans TY, Straten MRV, Carrasco DA, Canton S, Tyring SK. Systemic antiviral agents. In: Wolverton SE, editor. Comprehensive dermatologic drug therapy Philadelphia: WB Saunders company; 2001. p. 85-1 08.
25. Jawetz.E.MD. Kemoterapi antivirus dan provilaksis in : katzung GB, editor. Farmakologi dasar dan klinik 4rd ed san fransisco ;EGC; 1998.P.760-67.
26. Goodman and Gilmans. Anti Herpes Virus Agents. The Farmakological Basic of Therapeutics. 10ed.2001.p.1315-28.
27. Torres G. Herpes Symplex . (online) 2007 jun (cited 2008 feb 25); Available from: http;//www.emedicine.com.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar